TO BELOVED BY ALLAH
Menjadi Kekasih Allah
Oleh : MR. Kurnia
Sebuah Keniscayaan
Bicara
tentang kekasih, identik dengan berbicara tentang cinta. Sesuatu yang dicintai
dan dikasihi, dimakhlumi sebagai kekasih. Nabiyullah Ibrahim mendapat julukan Kholilullah (Kekasih Allah), artinya beliau mendapatkan cinta
dan kasih sayang-Nya. Cinta yang hakiki-murni-sejati adalah cinta pada Dia,
Dzat Maha Suci yang secara realitas telah memberi segala yang kita rasakan
sekarang. Cinta hakiki adalah cinta pada dzat yang
mencintai kita.
Betapa
tidak, hanya dialah yang memberikan segalanya pada kita. Tengok saja segala
yang kita miliki, semuanya berasal dari Allah SWT. Semua yang kita gunakan
adalah milik-Nya, lalu atas dasar kasih-Nya Dia mengijinkan kita untuk
menggunakan semua itu. Hakekatnya, badan, tanah, rumah, kendaraan, kekayaan,
jabatan dan segala hal yang kita gunakan bukanlah milik hakiki kita. Itu adalah
milik Allah SWT yang atas cinta-Nya dibolehkan untuk kita gunakan sehingga
menjadi ‘milik' kita didunia. Bukti konkret bahwa semua itu bukan milik hakiki
kita, hanya ‘milik' sementara saja, adalah ketika siapapun meninggal maka semua
itu tidak dibawanya. Badan hancur lebur dimakan bakteri; tanah, rumah,
kendaraan, dan kekayaan tidak ikut dikubur, semuanya diwariskan. Jabatan juga hanya
tinggal sebutan. Satu-satunya jabatan yang melekat adalah : MAYAT
Semua
yang kita punya berasal dari Allah SWT. Saya percaya, anda pernah berpikir
mengapa anda dapat membaca buku ini ? sebab, anda punya energi yang diolah dari
makanan beserta indera yang dimiliki. Padahal, proses terbentuknya energi dari
makanan itu melalui suatu proses metabolisme yang canggih. Siapakah yang
menjadikan proses metabolisme sejak lahir dalam diri kita ? kitakah? Bukan!
Allah SWT. Dengan penuh cinta memberikannya kepada kita sejak bayi. Tanpa
metabolisme, kita tak berdaya apa-apa. Organ tubuh kita dengan fungsinya
masing-masing, kitakah yang membuatnya? Tentu, bukan! Allah SWT. Menciptakannya
untuk kita gunakan. Kita makan nasi, siapakah yang membuat padinya? Petani ?
kita, tentu, akan mengatakan : “bukan, petani hanyalah menanam”. Allah SWT.
Memang sengaja menciptakan padi untuk kita makan. Dia telah berjanji memberi
rizki pada setiap makhluknya. Pakaian yang kita kenakan berasal dari benang,
dan benang berasal dari kapas, siapakah yang menjadikan pohon kapas? Bukan
siapapun melainkan Allah SWT. Setiap apapun yang kita gunakan, terang sekali
ciptakan Allah SWT. Tak ada sesuatu apapun yang kita miliki dan gunakan kecuali
berasal dari Allah Dzat Maha Sayang. Kita tak punya daya dan upaya tanpa Allah
SWT, la hawla wa la quwwata illa
billah . Semua itu merupakan wujud sifat kasih sayang Allah SWT ( Ar rahman ) yang dia berikan
kepada kita.
Realitas
menunujukkan tidak ada siapapun yang mencintai kita memberi segala yang kita
punyai dan kita butuhkan selain Allah Pencipta kita. Kecintaan Allah SWT.
Nampak begitu nyata. Bila demikian, maka sangat rasional bila saya, anda, dan
siapapun ingin menjadi kekasih-Nya. Ingin menumpahkan cinta kita kepada-Nya.
Kehendak menjadi kekasih Allah SWT. Dan mencurahkan kecintaan kepada-Nya
sungguh merupakan keniscayaan bagi mereka yang menyadari sebagai hamba Allah
Dzat Maha Pemberi.
Wujud Nyata
Wujud
cinta tersebut umumnya teraplikasi setidaknya dalam tiga bentuk. Pertama, lebih mementingkan perintah
kekasihnya dari pada perintah yang lain; kedua, lebih mementingkan pertemuan dengan kekasihnya
dibanding dengan yang lain; dan ketiga,
lebih mementingkan mendapat keridhoan kekasihnya dari pada mendapatkan
keridhoan yang lainnya. Karenanya, untuk mengecek apakah kita sudah menjadikan
Allah SWT sebagai kekasih sejati atau belum mestinya kita mengecek sudahkah
kita selalu taat pada perintah-Nya ? sudahkah selalu ingin bertemu dengan-Nya
dalam peribadatan? Sudahkah mengharapkan keridhoan hanya dari-Nya? Kepada hukum
Allah ataukah hukum thaghut? Jika
jawabannya belum, maka tidak salah bila saat ini nurani anda bergumam:
“hipokrit engkau wahai jiwaku!” sekalipun demikian, sampai sekarangpun belum
terlambat untuk menjadikan-Nya al-Mahbub
(yang dicintai). Yakinlah, kita dapat menjadi kekasih-Nya hingga nama kita
senantiasa disebut-sebut di kalangan para malaikat.
Satu
hal yang penting dicatat, tidak mungkin Allah SWT menyayangi dan mengasihi kita
dalam keridhoan-Nya bila kita sendiri tidak mencintai-Nya. Inilah kiat pertama
yang mutlak dilakukan:” Jadikanlah Allah sebagai kekasih kita, niscaya kita
akan menjadi kekasih-Nya”. Katakanlah:”Jika
kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosa kalian.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang . Begitu firman Allah SWT dalam surat
Ali ‘Imron [3] ayat 31.
Seorang
muslim, apalagi pengemban dakwah, sudah sepatutnyalah menjadikan cinta
tertingginya untuk Allah SWT. Karena dia adalah penyebar ajaran-ajaran-Nya.
Dengan demikian ia akan menjadi uswah
dan qudwah bagi
masyarakat obyek dakwahnya. Sulit dibayangkan seseorang mengajak orang lain
untuk mencintai Allah SWT bila dia yang mengajaknya tidak menjadikan Allah SWT
sebagai kekasihnya. Jadi, keimanan dan tanggung jawab ini akan mendorong setiap
mukmin pengemban dakwah terus berusaha untuk mencintai sekaligus dicintai oleh
Allah. Demikian pula muslim pada umumnya.
Langkah Menjadi Kekasih-Nya
Siapapun
yang men- tadabburi kalamullah, akan
menemukan beberapa sifat yang harus dimiliki agar menjadi hamba yang dicintai Khaliq-
nya. Beberapa karakteristik tersebut diantaranya :
1. Beriman
Adanya
iman pada seseorang, merupakan syarat mutlak bagi hamba yang berhasrat dicintai
Allah. Tanpa ini, jangan harap ada cinta dari-Nya. pada ayat 18 al-Fath, yang
memberikan gambaran baiatur Ridwan,
Allah menjelaskan hal tersebut. Seorang mukmin, terlebih-lebih para
pengemban dakwah betul-betul memiliki keimanan yang mantap disertai dengan
pembuktiannya dalam kehidupan sehari-hari. Ia senantiasa bergetar hatinya
apabila disebut nama Allah (artinya disebut ayat-ayat Allah) sebagai lambang
kerinduan kepada-Nya, bahkan iapun berusaha selalu memahami ayat-ayat Allah
dengan mendalam sehingga keimanannya makin bertambah setiap dibacakan
ayat-ayat-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT :
“ Sesungguhnya orang-orang yang
beriman (orang yang sempurna imannya) itu adalah mereka yang apabila disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka
bertawakkal.” ( Qs. Al-Anfaal [8]:2 )
penampakan
keimanan yang lainnya, ia senantiasa khusyu' dalam sholatnya. Sebagaimana
firman Allah SWT:
“ (yaitu) orang-orang yang khusyu'
dalam shalatnya.” ( Qs. Al-Mukminuun[23] : 2 )
saat
melakukan sholat, pikirannya tertuju pada makna bacaan, lidahnya membaca dan
hatinya menghayati apa yang dibacanya itu. Ia dapat khusyu' seperti ini karena
betul-betul meyakini akan pertemuannya dengan Allah dan ia pun yakin bahwa ia
pasti akan kembali dan bertemu dengan-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT :
“ (yaitu) orang-orang yang meyakini,
bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (
Qs. Al-Baqarah [2] : 46 )
Keimanan
yang seperti ini akan juga membuahkan amal-amal yang menjauhkan diri dari
perkataan yang tidak berguna. Sebagaimana firman Allah SWT:
“ Dan orang-orang yang menjauhkan diri
dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” ( Qs. Al-Mukminuun[23]:3 )
Demikian
pula ia mengeluarkan zakat, menjaga arji- nya dari berzina, selalu
memegang teguh dan menyampaikan amanat, menepati janji, dan selalu menjaga
sholatnya agar tidak terbengkalai. Sebagaimana firman Allah SWT :
“Dan orang-orang yang menunaikan zakat.
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka
atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
tercela. Barang siapa mencari yang dibalik itu maka mereka itulah orang-orang
yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan
sembahyangnya.”( Qs. Al-Mukminun [23]:4-9 )
Dalam
kitab Nashooihul ‘Ibad, Ibnu
Hajar al-Atsqolani mengutip sebuah hadist Rasulullah SAW yang berkaitan dengan
tanda-tanda keimanan :
“Suatu hari Rasulullah berjumpa dengan
beberapa sahabat, beliau bertanya: ‘Apa kabar kalian pagi ini?' mereka
menjawab: ‘kami tetap beriman kepada Allah.' Apa tanda iman kalian?' tanyanya,
mereka pun menjawab: ‘kami tabah menghadapi cobaan, bersyukur atas kehidupan
yang enak dan kami ridho kepada ketentuan Allah SWT.' Mendengar jawaban itu
beliau bersabda: “Demi Rabb penguasa ka'bah, kalian benar-benar beriman.”
2. Bertaqwa
Allah
SWT berfirman :
“ (Bukan demikian) sebenarnya siapa
yang menepati janji (yang dibuatnya) dan bertaqwa maka sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaqwa.” ( Qs. Ali Imron [3] :76 )
“Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari
sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrik, kecuali orang-orang yang
kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil Haram
(perjanjian Hudaibiyah) ? maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu,
hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaqwa.” ( Qs. At-Taubah [9]:7 )
Para
ulama mendefinisikan taqwa sebagai melaksanakan seluruh perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian, seorang pengemban dakwah akan
senantiasa memaksa dan memacu dirinya untuk terikat dengan seluruh aturan Allah
SWT (syariat Islam) dalam setiap keadaan apapun. Sebagaimana sabda Rasul SAW:
“Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau
berada.” ( HR. Tirmidzi )
taqwa
tidak melekat begitu saja pada seseorang. Ia lebih merupakan suatu hasil kerja
terus menerus dengan amal Islami. Karenanya, taqwa perlu dibina, disuburkan dan
diistiqamahkan. Kehidupan duniawi laksana seseorang yang mengendarai kuda. Bila
lalai mengatur kendalinya, tak tahu kuda lari kemana dan kita bernasib
bagaimana. Yang jelas kita akan tersesat dalam kondisi sesesat-sesatnya. Dalam
hidup di dunia, taqwa itulah kendalinya.
Sayidina
Utsman bin Affan ra pernah mengungkap lima hal penting sebagai wujud taqwa pada
seseorang yaitu : suka bergaul
dengan orang yang baik dalam agamanya serta dapat mengekang nafsu syahwat dan
lisannya; bila ditimpah musibah keduniaan yang besar dia menganggapnya sebagai
ujian; bila ditimpah urusan kecil mengenai keagamaan dia merasa untung
karenanya; tidak menjejali perutnya walaupun dengan makanan yang halal karena
takut tercampur dengan barang haram; dan pada pandangannya orang lain sudah
berhasil membersihkan dirinya sedangkan dirinya merasa masih kotor.”
3. Berbuat Ihsan
Al
Fadhil Ibn ‘Iyadh berkata : “Sesungguhnya
sesuatu perbuatan apabila benar tetapi tidak ikhlas maka amal itu tidak
diterima. Demikian pula apabila dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar (showab)
maka amal itupun tidak diterima, jadi harus ikhlas dan benar. Ikhlas artinya
hanya karena Allah, dan benar artinya sesuai dengan sunnah Rasul Allah SAW.
Dengan
demikian dengan dua syarat tadi mudahlah mengukur amal kita, termasuk amal yang
ihsan (baik) atau tidak Berkaitan dengan seruan berbuat baik, Allah SWT telah
menegaskan dalam firman-Nya :
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) dijalan
Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang
berbuat baik.” ( Qs. Al-Baqarah [2]: 195 )
“Menahan amarahnya dan memaafkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” ( Qs. Ali Imron [3] : 134 )
Selain
itu, disaat melakukan suatu perbuatan tujuannya harus betul-betul dalam rangka
beribadah kepada Allah SWT; dengan seakan-akan kita melihat-Nya dan apabila
kita tidak dapat melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihat kita. Inilah
definisi ihsan dalam beribadah menurut Rasul SAW yang tercantum dalam
sebuah hadist riwayat Imam Muslim. Apabila kita sudah bersikap seperti ini
(ihsan) niscaya dalam setiap melakukan perbuatan akan selalu ikhlas dan benar.
Banyak
sekali amal kebaikan yang dapat dilakukan, baik yang berhubungan dengan Allah
seperti sholat, membaca Al qur'an, shaum, berhubungan dengan diri sendiri
seperti berakhlakul karimah, berpakaian rapi, menjaga diri dari makanan haram,
ataupun berhubungan dengan sesama manusia dalam bermuamalah dan uqubat.
Jangan
sekali-kali menganggap remeh suatu amal kebaikan. Sekecil apapun lakukanlah
perbuatan baik tersebut, tinggalkanlah perbuatan dosa. Ingat pula, jangan
menunda-nunda amal ! Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Ibnu Umar berkata: “ jika engkau di waktu sore janganlah
engkau menunggu pagi, dan jika engkau di waktu pagi janganlah engkau menunggu
sore. Pergunakanlah sehatmu untuk beramal sebelum sakit, dan pergunakanlah
hidupmu sebelum mati.”
Sementar
itu, Khalifah Ali Karamaallahu Wajhah berpesan ; “ jadilah kamu sebaik-baik manusia disisi Allah dan anggaplah kamu
sejelek-jelek manusia menurut dirimu sendiri dan jadilah kamu orang yang
berguna di Masyarakat.”
4. Selalu Sabar
Seperti
halnya dalam kehidupan yang lain, dalam medan da'wah pun tidak luput dari
tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan. Semua itu pada hakekatnya merupakan
ujian. Maka sabar merupakan pakaian para pengemban dakwah dimanapun berada dan
kondisi apapun yang tengah dihadapinya. Sabar tidaklah harus berarti berdiam
diri melainkan harus berusaha juga sekuat tenaga untuk menghadapinya. Mereka
yang tidak sabar termasuk orang yang merugi, ia akan cepat frustasi,
marah-marah, stress, bahkan bisa jadi menyalahkan Allah SWT. Naudzu billahi min dzalik. Sabar
bukanlah paket yang disediakan secara Inheren
dalam penciptaan manusia. Sabar hanya akan ada pada mereka yang
mengupayakannya. Anda dapat sabar ataukah tidak, terserah pilihan anda. Begitu
pula saya atau dia. Bagi kita yang hendak menanam kesabaran diri ada beberapa
pengalaman yang dapat dijadikan cermin untuk meraihnya upaya tersebut antara
lain :
Pertama, pahamilah bahwa hidup ini adalah ujian. Sesungguhnya Allah SWT menciptakan
hidup dan mati itu merupakan ujian bagi seluruh hamba-Nya (Al-Muluk:2).
Berbagai bentuk ujian akan senantiasa mengiringi kehidupan seorang muslim. Apakah
itu berupa ketakutan, rasa lapar, dan kekurangan harta (Al-Baqarah:155) namun
ada juga berupa perkara yang baik-baik (Al-Anfal:17). Ujian akan berakhir
dengan tibanya ajal. Siapa yang siap hidup harus siap menghadapi ujian.
Kedua, sadarilah
bahwa seluruh ujian yang ada, sekaligus sebagai pengecek kekuatan iman
seseorang (Al-Ankabut:2). Semakin
kuat keimanan seseorang maka semakin banyak dan berat juga ujian hidup yang
akan dialaminya. Justru, bagi seorang muslim yang mengaku beriman tetapi belum
pernah diuji, mestinya bertanya pada dirinya sudah sejauh manakah kadar
keimanannya. Ada seorang teman pernah ketakutan, “saya mah justru tidak akan
tebal iman dan banyak taat, sebab nanti akan banyak ujian. Saya takut tidak
tahan, saya tidak akan sabar menghadapi ujian, apalagi makin tinggi iman maka
ujian pun semakin sulit,” ungkapnya kepada saya. Saat itu saya tidak banyak
memberikan komentar. Saya hanya bercerita kepadanya. Dulu, ada orang yang
mengatakan kepada saya saat masih SD bahwa ujian di SMP itu sulit. Kesulitannya
jauh dibandingkan dengan ujian SD, demikian pula ujian SMU. Wah, sulit sekali,
tambahnya, kesulitannya tidak bisa dibayangkan oleh tingkatan SD. Apalagi di
Perguruan tinggi. “Wah, apalagi pada waktu sidang skripsi. Susah bukan main.
Mana dosennya sering kali sulit ditemui, lagi”. Dan, kelak bila melanjutkan S2
lebih sulit Lagi. Bagaimana sikap anda terhadap cerita ini ? saya percaya, kita
tidak akan menyimpulkan:”Wah, dari pada mendapat ujian sulit lebih baik sekolah
cukup sampai SD saja. Tidak perlu SMP, apalagi SMU atau sarjana.” Benar, makin
tinggi tngkat pendidikan, makin sukar ujian. Tapi, buktinya, toh tetap juga
dapat dilalui dengan baik. Persoalan ujian yang berkolerasi erat dengan
keimanan pun demikian. Semakin tinggi keimanan seseorang, akan semakin deras
ujiannya, dan yakinlah, dia akan semakin memiliki kemampuan dan kesabaran untuk
mengunggulinya seiring dengan meningginya keimanan dan ketaatan.
Ketiga, sabar itu merupakan salah satu tanda
keberhasilan (Al-Imron:200). Betapa banyak kaum terdahulu yang terbinasa karena ketidak sabarannya.
Orang yang tidak sabar akan suatu perkara sebenarnya telah kehilangan
kesempatan untuk mengungguli perkara tersebut.
Keempat, sesungguhnya Allah SWT menyukai
orang-orang yang sabar (Al-Imron:146)
Memang
kesabaran bukanlah perkara yang mudah. Sebab, kesabaran memerlukan ketulusan
dan kesungguhan tingkat tinggi. Agar berhasil memilikinya, biasakanlah dan
perbanyaklah do'a: artinya “ Ya Rabb
kami, curahkanlah kesabaran kepada kami, dan matikanlah kami dalam keadaan
muslim.” ( Qs. AL-A'raf:222 )
5. Tawakkal
Satu ciri lain orang yang
dicintai Allah SWT adalah orang yang tawakkal. Kaum mukminin di perintahkan untuk menyerahkan segala urusannya
(tawakkal) hanya kepada Allah SWT (Ali-Imron:122; Al-Maidah:11). Sebelum melakukan segala sesuatu, kita
harus menyerahkan segala macam urusan kita kepada Allah SWT. Jadi bukan
berusaha lalu bertawakkal kepada Allah SWT dalam setiap urusan jauh-jauh
sebelumnya baru berusaha menghadapi sekuat tenaga
6. Mencintai Allah SWT
Agar
kita dicintai Allah SWT, kita harus mencintai-Nya. Wujud cinta kepada Allah
adalah cinta kepada sesama muslim dan keras kepada orang kafir (bukan
sebaliknya), siap berjihad, dan tidak takut terhadap selaan orang yang mencela.
Demikian disebutkan dalam surat Al-Maidah ayat 54. mencintai Allah SWT
dilakukan dengan cara mengikuti jejak langkah Rasulullah SAW dalam segala peri
kehidupannya (Ali-Imron:31). Lembut terhadap sesama muslim dilakukan dengan
cara mencintai mereka sebagaimana mencintai diri kita sendiri, tidak
menyakitinya, tidak mendzaliminya, tidak mengganggu hartanya dan memelihara
kehormatannya, sedangkan keras terhadap orang kafir, terutama dalam hal-hal
yang menyangkut hukum islam. Tidak ada toleransi dalam beragama, yang ada
kerukunan antar umat umat beragama dibawah nauangan kehidupan Islam, dimana
Islamlah yang berkuasa dibumi ini. Adapun jihad merupakan perang untuk
meninggikan kalimat Allah SWT. Seorang
pengemban dakwah harus merelakan dirinya untuk mati fi sabilillah karena
diri orang mukmin telah dibeli oleh Allah SWT (At-Taubah:111). Demikian
pula sang istri harus ridho melepas suami dan anak-anaknya kemedan pertempuran
demi tegaknya dinul Islam saat kaum imperalis menggunakan senjata untuk
memporakporandakan Islam, umat dan negeri-negerinya. Selain itu, Pengemban
da'wah harus tahan terhadap celaan yang dilontarkan kepadanya karena celaan itu
sebenarnya muncul dari orang-orang yang tidak suka kepada Islam
7. Bertaubat, membersihkan diri dan jiwa
Taubat
harus menjadikan kebiasaan sehari-hari (At-Taubah:112) suatu kebahagiaan bila
kita terbiasa taubat seperti terbiasanya sarapan. Taubat pun bukan hanya sesaat
melainkan harus dilakukan dengan benar-benar sehingga menjadi taubatan nasuha (At-Tahrim:8).
Setidaknya, agar terwujud taubatan
nasuha, seorang Muslim harus menyesali perbuatan dosanya, memohon
ampunan kepada Allah SWT dan berniat sungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya.
Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali, dalam Minhajul
‘Abidin menjelaskan bahwa pembersihan dosa seseorang, tergantung
kepada jenis dosa tersebut. Pertama,
bila kesalahan tersebut karena kelalaian atas kewajiban dari Allah SWT,
maka ia harus beristighfar dan berusaha mengqada segala kelalaiannya itu. Kedua, bila dosa itu terhadap
sesama manusia, maka ia harus berusaha sekuat tenaga untuk meminta kemanfaatan
dan keridhaan orang tersebut. Ketiga,
bila dosa tersebut karena kedzaliman diri sendiri (tidak berhubungan
dengan orang lain) maka ia harus memperbanyak amal shalih agar kelak, amalan
buruknya akan terkalahkan banyaknya oleh amal shalehnya.
Rasulullah
yang ma'sum, tidak kurang
dari tujuh puluh kali sehari bertaubat dan memohon ampun kepada Allah SWT.
Bagaimana dengan kita yang penuh dosa dan tidak dilindungi dari kesalahan ?
Renungan
Itulah
beberapa hal yang dapat membimbing kita untuk menjadi kekasih Allah SWT.
Siapapun yang telah mencurahkan cintanya kepada Allah SWT dan berhasil menjadi
kekasih-Nya, niscaya hasilnya akan kembali kepada dirinya sendiri. Ini adalah
janji Allah SWT yang disampaikan oleh Nabi SAW.
Suatu
waktu Rasulullah SAW bersabda bahwasannya Allah Ta'ala berfirman :” Barangsiapa yang memusuhi kekasih-Ku
maka aku menyatakan perang kepadanya. Sesuatu yang paling kusukai dari apa yang
dikerjakan oleh hamba-Ku untuk mendekatkan diri kepada-Ku adalah bila ia
mengerjakan oleh apa yang telah Kuwajibkan kepadanya. Seseorang itu akan
senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan mengerjakan kesunatan-kesunatan
sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku mencintainya maka Aku merupakan
pendengaran yang ia pergunakan untuk mendengarnya, Aku merupakan penglihatan
yang ia pergunakan untuk melihatnya, Aku merupakan tangan yang ia pergunakan
untuk menyerangnya, dan Aku merupakan kaki yang ia pergunakan `untuk berjalan.
Seandainya ia bermohon kepada-Ku pasti Aku akan mengabulkannya dan seandainya
ia berlindung diri kepada-ku paasti aku akan melindunginya.” ( HR.Bkuhari )
Semoga
kita diberi kemudahan untuk menjadi kekasih Allah Pencipta Alam
0 Response to "TO BELOVED BY ALLAH"
Posting Komentar