PERSINGGAHAN MUDIK
Budaya pulang kampung sudah menjadi biasa dalam kehidupan mahasiswa
khususnya di makassar. Setiap akhir semester bahkan libur tiga atau empat hari
setelah lebaran pasti setiap mahasiswa menyempatkan waktunya untuk kembali bersua
dengan keluarga. Setiap langkah dan detik waktu perjalanan pulang maupun balik
sangat banyak yang kita bisa goreskan untuk mengenang kisah yang kita lalui.
Misalnya saja dalam perjalanan balik ke makassar ketika telah idul adha. Dalam
perjalanan itu kami diajak singgah di salah satu rumah di yang jauh dari
keramaaian kota maros.
Setelah aku mengisi bensin di salah satu pertamina bantimurung.
Kami menyususri jalanan yang panjang mengejar bayangan yang mengundang kami
singgah di teman di maros. Melewati jembatan kemudian kami menyalakan lampu
sebagai tanda untuk membelokkan motor kami kesebelah kiri. Aku menyusuri
jalanan berlubang nan sempit serta tanpa penerang jalanan kami bertanya-tanya
kemana akhir dari perjalan ini. Karena
tak ada tanda untuk singgah, kami hanya mengikut dan tak tahu apa-apa.
Setiap persimpangan menimbulkan banyak pertanyaan yang ditimbulkan oleh akal
ini.
Setelah kami sampai pada lorong yang sempit disamping kanan dan
kiri ditumbuhi oleh bambu yang rimbun dan besar serta tanpa penerang. Sehingga
kami menyusuru lorong itu hanya dengan bantuan lampu motor. Di sebelah kanan
lorong itu banyak dihiasi nisan kuburan lama dan baru. Tak lama kemudian
terlihat titik cahaya dari kejauhan dan seorang laki-laki menunggu didepan
rumah dalam keegelapan. Kami dijemput dan diantar naik kerumah yang cukup
sederhana itu kalau kita melirik dari luar. Aku memasuki rumah dengan ucapan
salam dengan sedikit sungkan. Aku langsung membaringkan badan dan sedikit
sandar di bagian tiang rumah karena kelelahan menempuh perjalanan.
Kami duduk memandangi seisi rumah dan sedikit-sedikit melirik
kedalam seakan-akan mencari sesuatu yang hilang. Kami bercakap-cakap sambil
canda dan pongah. Sedangkan tuan rumah agak sedikit pendiam. Kedatangan kami
itu pas setelah selesai shalat magrib, sehingga kami diingatkan untuk
melaksanakan shalat tapi karena kami kecapean aku hanya berkata “agama itu
tidak dipaksakan dan tidak dipersulit, tapi agama bukan unttuk
dimudah-mudahkan”. Sampai shalat magrib berlalu kami menikmati bincang-bincang
diantara kami. Aku bertanya-tanya siapa keluarga disini? Sampainya kamu bisa
menemukan kelurgamu sejauh ini? Tapi diantara kami hanya senyum dan canda yang
mejadi jawaban atas pertanyaan itu.
Mereka tidak mau berterus terang sehingga rasa penasaran aku semakin
membuncah. Aku tak pernaah puas dengan jawaban yang diberikan seingga akupun
tak pernah berhenti untuk bertanya.
Sambil menikmati pembicaraan hidangan pelepas lapar dan dahaga
telah muncul dari balik tirai diantar
oleh ibu yang tidak jauh beda dengan umur orang tuaku, yah.. sekitar umut 50
tahunan. Dia ditemani oleh anak gadisnya yang manis dan cantik. Setahuku anak
orang tua itu, yang paling tua adalah Rahman. Dia adalah teman sepupuku yang
mengaku merekaa keluarga. Sedangkan adiknya yang masih duduk dibangku SMP
bernama juheriah biasa dipanggil riah, atau dalam candaan kami “juhe”.
Sedangkan anak yang tengah yang gadis juga, dengan kulit hitam manis. Membuaat
dia terlihat agak dewasa dan sedikit juga pendiam. Mereka terlihat keluraga
yang harmonis, tenang, dan bahagia.
Sambil memikirkan kelurga itu yang memandangi kami ketika meyantap
makanan yang sangat berkesan itu. Kami bercanda dan bercakap dalam mengisi
kekosongan topik dalam menikmati makanan tersebut. Sehingga tak ada waktu tanpa senyum dan canda. Aku bertanya tentang
makanan apa ini, apa itu? Karena aku baru melihat makanan yang seperti itu.
Seiring detik-detik waktu berlalu adzan berkumandang nan syahdu
dalam kesunyian di mesjid. Mengingatkan waktu untuk menghadap kepada wajah
Allah telah tiba. Makanan pun telah usai kami santap. Kemudian orang tua Rahman
yang sangat baik sekali melayani tamu itu, kembali muncul membawa sesuatu
dibalik tirai. Terlihat air berwarna kecoklatan dengan rasa mungkin manis berada
ditangannya. Sambil meletakkan itu itu di depan kami sambil senyum dan berucap
sesuatu yang aku telah lupakan. Aku hanya memandangi dalam dalam teh itu,
karena tempat untuk memassukkan makanan tersebut telah penuh. Makanya, aku
bersama dengan herman berbincang untuk
melanjutkan makanan itu seusai shalat. Maka, kami pun beranjak dari tempat
duduk kami untuk mengambil tempat wudhu.
Beban keawajiban telah usai, bukti kepatuhan telah kami tunaikan.
Rasa mahabbah telah kami sandingkan. Bersiap untuk mengeksekusi gelombang kedua
telah siap. Namun, belum usai melakukan gelombang kedua. Muncullah gelombang
ketiga dari balik tirai. Ibu rahman membawa satu baskon mangga masak, dan
seorang anak cantik pun muncul dibelakang sang ibu juga membawa satu baskon
mangga masak pula. Maka, teh yang telah hangat kami tunda untuk kami nikmati.
Kami beralih kepada mangga yang memang itulah tujuan utama kami. Kami menikmati
manisnya mangga itu sambil bercanda. Kami tak bisa memakan banyak karena
terlalu banyak kami makan nasi sebelumnya. Aku hanya bisa menikmati dua buah,
itu aku paksakan. Tapi lidahku masih menginginkan lebih tapi perutku menolak
untuk masuk.
Kekenyangan telah melandah kami. Aku sedikit diam tapi
sedikit-sedikit bercanda dan membuat satu rumah ketawa. Kemudian bunyi ketuk
pintu dan suara salam terdengar dari balik pintu luar. Seorang tamu langsung
duduk di sekitar kami. Kemudia meniikmati pembicaraan mereka sambil menunggu
makanan untuk disajikan. Setelaah siap dia masuk menikmati makanan yang mungkin
sama kami nikmati ketika kami datang.
Kemudian suara ketuk pintu kembali terdengar dan ucap salam. Kami
pun membalasnya. Muncullah seorang laki-laki dan perempuan dari balik pintu
itu. Dia adalah teman sepupuku. Mereka lansung bersalaman dan menuangkan raasa
kerinduan mereka karena baru bertemu setelah lama tak berjumpa.
Mereka berkumpul bersama dengan empat perempuan itu, dan sedikit menoleh
ke arah kami seakan-akan membicarakan sesuatu.
Waktu terasa cepat berlalu, bunyi jangkrik pun sudah mulai ramai
berbincang. Aku merasa ngatuk dan kekenyangan. Sehingga sedikit badan ini
berbaring ke lantai. Tapi sang gadis manis itu sangat pengertian sekali. Mereka
langsung mengambil bantal. Tapi aku
memang sedikit penasaran ketika aku berbaring merekaa langsung masuk dan muncul
kembali dari balik tirai dan membawa dua bantal untuk menyanggah kepala kami.
Tapi aku sedikti malu dan sungkan untuk itu.
Aku sedikit mendesak untu cepat-cepat menyelesaikan masalah mereka.
Tapi mereka juga tidak mengerti ketika aku memeberikan tanda bahwa kami harus
bergegas untuk pulang karena udah mulai ngantuk dan capek.
Kami sudah mulai berkemas
dan memeriksa apakah ada sesuatu yang tertinggal. Satu persatu bersalaman dan
berucap terima kasih. Namun aku tak bisa mengcapkan banyaak terimakasih. Karena
aku melihat dan merasakan kebaikan mereka tak bisa terbalas. Aku hanya bisa
berdoa kepadaa mereka untuk diberikan keberkahan kepada keluarga itu. Aku juga
mereasa ingin berlama-lama dalam keluarga itu tapai rasa ngantuk menyerang
kami.
Rahman mengantar kami sampai di depan rumahnya. Aku semakin kagum
sama mereka, karena mereka sangat memuliakan tamunya. Sampai-sampai rahman
mengantarku, aku memang teringat dengan sebuah dalil bahwa ketika ada tamu yang
jauh maka harus diantar sampai kedepan gerbang, namun kalau tamu dekat mereka
cukup mengantarnya samapi ke depan pintu. Mereka cukup memperhatikan dan
mengamalkan sunnah nabi.
Mereka menjamu tamunya tanpa
ada rasa menyembunyikan sesuattu. Mereka terbuka dan rasa kesempitan harta
didalam hatinya seakan-akan tak ada. Yang ada hanyalah bagaimana mereka
membahagialan tamunya. Aku pun tersadar
dengan harta yang selama ini aku nikmati, yang lumayan cukup tapi aku
merasa sedikit kekurangan dalam berbagi.
Aku bangga kepada mereka. Dan aku merasa ingin kembali untuk bertamu kerumah tersebut.
Aku rindu kepada kalian mudah-mudahan aku masih bisa dipertemukan kepada
mereka, makan, bercanda dan senyum
bersama.
Miss your family
Rahman’s family
In Maros
I wish meet you again
Mangasa, October 29 2012
0 Response to "PERSINGGAHAN MUDIK"
Posting Komentar