Selamat Datang di Guru Merdeka

Selamat Datang di Guru Merdeka

Kritikan Pendidikan Di Tanah Papua

Berbicara masalah pendidikan memang sangat kompleks jika kita ingin membicarakan satu persatu, bagian perbagian tentang unsur-unsur penyusun pendidikan itu sendiri apalagi kalau diperhadap-hadapkan tentang pendidikan di papua. Mungkin orang-orang yang berada diluar papua ketika mendengar kata papua barangkali dibenaknya adalah keterbelakangan pendidikan, ekonomi dan berbagai lini lainnya atau ada juga dibenaknya tentang OPM, koteka, orang yang berparas keras, suara keras. Yah.. tidak salah memang jika orang-orang diluar sana memiliki persepsi itu dan meman kenyataannya sebagian daerah seperti iru di papua jika dibandingkan dengan provinsi lain.
Aku mengambil contoh kasus di sekolah tempat saya mengajar. Ini sbuah gambaran tentang sekolah-sekolah yang ada di papua karena kebanyakan permasalahan yang sama dihadapi setiap sekolah. Karena terkadang saya dan teman- teman yang ditempatkan di daerah lain hampir memiliki kasus yang sama mulai dari siswa malas datang ke sekolah,  siswa datang terlambat, siswa malas belajar atau motivasi belajar siswa sangat rendah, kedisiplinan sangatrendah, aturan sekolah tidak berjalan, manajemen sekolah tak ada alias amburadul, kurang sekolah yang tidak memiliki jiwa kepemimpinan, guru-guru yang kurang profesional, manajemen keuangan yang tak terlihat, program kerja sekolah tak ada yang jalan, dinas pendidikan yang tak mampu memimpin sekolah-sekolah. Selain itu, kekurangan guru-guru disetiap sekolah, serta guru-guru yang mengajar rangkap atau bukan keahliannya.
Itu hanya bagian-bagian real yang penulis tangkap secara kasat mata. Tapi benar yang kita yakini bahwa 3 trilogi unsue pendidikan yang mesti berperan penting dalam pendidikan itu yakni orang tua siswa(Masyarakat), guru dan kepala sekolah (sekolah), dan pemerintahan yang membawahi pendidikan (Pemerintah). Ketiga stagholder tersebut harus memiliki sinergi dan konektifitas untuk kemajuan suatu pendidikan terhadap suatu daerah. Tidak bisa kita mengesampingkan salah satunya karena semua memiliki peran yang sama pada fungsinya masing-masing. Kita coba jelaskan ketiga stagholder tersebut.
Anggapah seandainya guru-guru dan kepala sekolah tidak berfungsi  sebagaimana mestinya. Misalnya, seorang guru tidak masuk mengajar otomatis, proses pembelajaran itu tidak akan berjalan, dan siswa secara psikologis akan merasa bebas dan akan hilang motivasi belajarnya karena tidak bertemu dengan guru mata pelajaran tersebut. Atau misalnya, bagaimana kalau kepala sekolah di suatu sekolah jarang dqtang ke sekolah maka otomatis guru-guru juga tidak akan rajin ke sekolah karena melihat pimpinannya tidak datang dan siswa juga demikian.
Nah.. bagaiman kakau kita melihat orang tua siswa(masyarakat) tidak memperhatikan pendidikan anaknya. Maka pastilah disuatu daerah tidak akan maju bahkan mungkin saja sekolah tersebut akan mati atau dengan kata lain sekolah itu akan tutu dan itu banyak terjadi di pedalaman papua. Karena tidak ada dukungan orang tua untuk mendampingi anaknya datang ke sekolah dan lebih memilih memanggil anaknya ditemani untuk memetik coklat atau berburu. Maka,  pendidikan anak tersebut akan terbengkalai, kalaupun mereka datang ke sekolah, mungkin dia datang ketika mau ujian semester atau ujian nasional karena mereka hanya mencari ijazah.
Kemudian, bagaimana kalau dari peran pemerintah tidak ada perannya dalam kemajuan dan pengembangan pendidikan. Misalnya kita ambil sebuah contoh jika pemerintah tidak memberikan gaji kepada guru-guru atau lambat mencairkan dana, maka otomatis para guru tersebut akan malas mengajar karena seharusnya mereka secaralangsung harus merasakan hasil keringatnya atau misalnya jika pemerintah dalam hal ini kepala dinas pendidikan beserta dengan para jajarannya tidak pernah turun ke lapangan atau ke sekolah-sekolah untuk memberikan fungsi pengawasan dan supervisi tefhadap guru-guru yang tidak memiliki perangkat pembelajaran. Maka, itu juga menghambat atau menjadikan pendidikan itu jadi tidak optimal. Karena keridak adanya tujuan ang ingin dicapai oleh guru berdasarkan perangkat pembelajaran. Namun jika para pegawai dinas pendidikan memberikan perhatiandan aturan yang ketat maka yakin dan percaya pendidikan itu akan maju.
Jadi ketiga stagholder tersebut berperan penting dalam kemajuan pendidikan. Bukan hanya retorika belaka yang seakan-akan pendidikan di papua ini akan maju dengan berbagai program kerja namun tidak ada tindakan yang pasti dan jelas. Contohnya bahwa pendidikan di manokwari selatan ini akan menjadi munculnya bibit-bibit yang jago dalam pidato bahasa inggris ataupun debat bahasa inggris, atau diwacanakan bahwa setiap instansi pemerintah diwajibkan menggunakan bahasa inggris pada hari-hari tertentu. Itu hanya wacana yang kosong, antara hrapan dan tindakan tidak sejalan antara mimpi dan kenyataan. Bagaimana mungkin?  Mau menerapkan bahasa inggris didalam instansi pemerintah padahal tidak ada regulasi, kalaupun ada regulasi berarti ada sanksi jika tidak dilaksanakan, otomatis ada yang diawasi dan pengawas. Kita sama-sama bahwa watak orang-orang papua sebagian  adalah keras dan suka melanggar , otak yang pragmatis. Kalaupun diterapkan regulasi itu maka syaratnya guru bahasa inggris harus banyak disediakan di Kabupaten Mansel atau pemerintah mesti mendirikan lembaga-lembaga kursus atau dalam cakupan yang lebih luas adalah kampung inggris.

Ransiki, sabtu 16 Mei 2015

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kritikan Pendidikan Di Tanah Papua"