Ujian, Mimpi, dan Kelulusan
Squad Englisher PPG SM3T UNM 2014 |
Sepanjang karir pendidikan
saya, mungkin ujian ini yang terberat dalam hidup saya. Ujian Tulis Nasional
(UTN) kemudian belakangan diganti namanya menjadi UKM (Ujian Kompetensi
Mahasiswa) adalah salah satu tahap ujian terakhir yang menentukan kelulusan
dalam program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Mengapa tidak, menurut saya ujian
UKM ini lebih berat dibandingkan tes CPNS dan ujian skripsi.
Program
PPG yang saya ikuti adalah program PPG pasca SM-3T. Saya ingin menceritakan
bagaimana pengalaman saya mengikuti program PPG dan mengikuti ujian ini sampai
selesai. Menjadi Mahasiswa PPG SM-3T itu suatu kesyukuran. Sebab semua biaya
ditanggung oleh pemerintah termasuk uang kuliah dan tempat tinggal. Disediakan
asrama mahasiswa dan makanan prasmanan dengan jadwal makan yang tetap 3 kali
sehari. Fasilitas yang disediakan berupa ruang belajar, peralatan olahraga,
biaya transport, ruang kuliah full AC, uang saku dan uang buku. Kewajiban kami
hanya belajar, belajar, dan belajar.
PPG itu
sangat berbeda kurikulumnya dengan S1 maupun dengan S2. Karena kami disiapkan
untuk menjadi guru yang professional. Empat sampai enam bulan kami diberikan
materi workshop tentang bagaimana cara pembuatan RPP dan kawan-kawannya itu.
Setelah RPP selesai dibuat, kami akan praktek mengajar di depan teman-teman
kelas dan dosen. Kegiatan itu berlangsung selama kurang lebih enam bulan.
Kemudian ada ujian terakhir pembuatan RPP dan praktiknya. Selanjutnya ada ujian
lokal, ujian ini diberikaan tes beradasarkan kemampuan pengetahuan yang kita
miliki (disiplin ilmu yang kita dalam semasa S1). Kalau dijurusan saya, kami
diberikan test TOEFL yang dilakukan oleh pihak kampus.
Berdasarkan
test TOEFL itu, maka kami dibagi kedalam tiga group untuk persiapan PPL di setiap sekolah.
Di sekolah, kami benar-benar belajar untuk memegang tanggung jawab layaknya
guru yang memang sudah professional. Pihak sekolah pun juga mempercayai kami
karena pada dasarnya kami telah sarjana dan telah mempunyai pengalaman mengajar
di daerah 3T. Di akhir PPL akan ada pembuatan PTK (penelitian tindakan kelas)
serta Ukin (uji kinerja). Uji kinerja merupakan ujian praktek secara real
kepada siswa, dinilai oleh dosen pembimbing, kepala sekolah, guru pamong, dan
pihak kemenristek pusat.
Selain
ujian-ujian itu ada beberapa penilaian yang tak kalah pentingnya yakni
penilaian sosial kepribadian dan berasrama. Penilain sosial kepribadian berupa
penilaian teman sejawat, teman kamar, dan teman biro (keaktifan dalam kegiatan
ekstrakurikuler). Penilaian ini akan diakumulasi dalam penilaian berasrama.
Selain itu, ada juga penilaian secara khusus dari pihak pamong asrama. Jika
salah satu ujian tersebut tidak dilulusi, maka akan berpengaruh pada nilai
kelulusan PPG. Kemudian ujian yang terakhir adalah UKM (Ujian Kompetensi
Mahasiswa). Ini adalah momok yang menakutkan di awal masuk asrama. Karena
meskipun nilai yang lain hampir mendekati seratus tapi namun jika ujian ini
tidak mencapai standar maka akan ditetapkan sebagai the looser.
Di
akhir bulan desember 2016 kami diberikan tiga kali kesempatan untuk ujian.
Sebelum menghadapi ujian, kami sudah mengintensifkan belajar untuk menghadapai
ujian ini sejak awal masuk asrama. Bahkan kami harus sewa tentor dari luar
selain dosen khusus yang disiapkan oleh pihak kampus untuk pendalaman materi.
Satu bulan sebelum menghadapi ujian, jadwal belajar bersama semakin dipadatkan.
Tidur hanya 5 jam sehari, karena kita bangun sebelum pukul 05.00, dan berangkat
ke sekolah sebelum pukul 07.00, pulang sekolah pukul 04.00 (full
day school), tiba di asrama pukul 05.00 (efek macet), belajar
bersama sehabis salat isya sampai pukul pukul 22.00, setelahnya kami masih
harus melanjutkan aktivitas mempersiapkan materi mengajar besoknya. Begitulah
rutinitas yang selalu kami lakukan.
Sehari
sebelum mengikuti ujian, saya bermimpi mencoba naik ke sebuah puncak gunung
dengan mengendarai sebuah mobil truk. Namun jalanan penuh dengan air laut. Air
pasang menggenangi semua jalanan dan hujan terus mengguyur. Mobil tak mampu
melanjutkan perjalanan, sehingga saya singgah di sebuah rumah dan berusaha
melepaskan ban mobil yang terjebak ke dalam lumpur.
Di pagi
harinya sebelum berangkat ujian, saya sudah punya firasat tak akan mampu
melewati ujian. Dan benar saat hasil ujian diumumkan, hanya ada tiga orang yang
dinyatakan “Lulus” dari enam belas orang. Seminggu setelahnya, kami di berikan
waktu untuk ujian ulang. Berbagai soal kembali dikumpulkan, kami mencoba
mengerjakannya bersama dosen-dosen yang berkompeten di bidangnya. Namun
soal-soal tersebut memiliki jawaban yang beragam dari setiap dosen. Kadang kami
berkesimpulan yang punya jawaban benar hanya pembuat soal dan Tuhan.
Tiba
saatnya untuk ujian ulang pertama. Hasilnya sama saja, masih tidak ada yang
lulus di jurusan kami. Kami masih diberikan kesempatan untuk ujian yang ketiga
kalinya, mencoba untuk menerapkan strategi belajar yang berbeda, berharap agar
ujian kali ini kami dapat lulus seratus persen.
Sebelum
pengumuman, saya kembali bermimpi mencoba mencari nama yang kabur dengan
pembacaan huruf “K” dalam list pengumuman. Namun nama itu sulit untuk
ditemukan. Saya melihat banyak nama namun nama itu kelihatan kabur. Firasat
buruk itu kembali muncul sehingga saya harus siap untuk menerima kenyataan yang
ada. Sebelum pengumuman, kami berkumpul di sekret jurusan masing-masing.
Secara pelan-pelan, dibacalah pengumuman itu. Mendengar suara tangis yang pecah
dari ruangan sebelah, teman-teman jurusan saya pun satu persatu menangis dengan
keras, seakan kami tidak mau menerima kenyataan. Saya hanya diam saja melihat
teman-teman yang menangis, sebab yang menangis justru adalah teman yang lulus.
Sedangkan kami yang belum mencapai kata lulus itu hanya diam meratapi diri dan
mencoba menenangkan diri sendiri. Saya menanyai mereka yang lulus “Kenapa
menangis? ini hanya ujian dunia”. Mereka menjawab bahwa mereka tidak percaya
ujian ini terlau rumit, tidak adil. Kami seharusnya sama-sama juga menuntaskan
ini dengan gelar yang sama.
Hari
demi hari kami lewati di asrama dengan suasana yang berbeda karena ada pembeda
diantara kami yang lulus dan tidak. Ada dua kalimat yang paling berat dan
membosankan ketika itu “bagaimana pengumuman?” dan “sabarki nah”. Kalimat
seperti itu justru menyayat hati kami. Bagi kami yang tidak lulus, mungkin
lebih baik dicubit dari pada disemangati kata sabar.
Beberapa
hari kemudian, kami yang belum lulus mencoba untuk melobi pihak pusat untuk
diadakan ujian ulang secepatnya karena kami mau wisuda bersama teman-teman
angkatan kami. Maka pihak MSI pun datang dan memberikan motivasi dan
mengakomodasi setiap kendala yang kami hadapi. Mereka tentunya ingin melihat
saudara seperjuangan dan satu marwah mereka merasakan lulus. Keputusannya kami
diikutkan ujian bulan Juni-Juli 2017.
Selama
rentang waktu itu, beban kelulusan itu menjadi beban tersendiri. Dia punya
porsi yang banyak dari segala beban di pikiran. Sampai pada pada bulan Juli,
rilis jadwal ujian pun tidak ada. Maka kami diharuskan untuk menuggu PPG SM-3T
angkatan lima di bulan Desember. Kamu tahu rasanya di PHPkan? Kurang lebih
seperti itu tapi ini PHPnya bukan tentang rasa kepada seseorang tapi janji yang
kemudian tidak ditepati.
Desember
itu harapan besar. Saya dan teman-teman angkatan empat tak merasakan kembali
beban ujian yang berlebih karena kami kembali punya teman ujian sekitar tiga
puluh orang dengan jurusan yang sama berasal dari adik angkatan kami, angkatan
lima. Dua minggu sebelum ujian kami mencoba membangun komunikasi untuk belajar
bersama di asrama. Segala pengalaman di angkatan empat pun kami bagi, beberapa
trik kembali dicoba. Try
out setiap minggu
kami lakukan sampai pada hari ujian. Di ujian yang ke empat ini saya
mencoba untuk berbuat curang, namun saya kedapatan. Secara psikologi, pikiran
saya buyar. Maka, lagi-lagi saya tidak ada harapan lulus, kecuali Tuhan punya
kehendak lain atau meridhoi kecurangan saya itu.
Sehari
sebelum pengumuman, saya kembali bermimpi di malam hari. Saya melihat daftar
nama-nama yang lulus ujian, dan lagi-lagi nama yang saya cari pun tidak muncul.
Pengumuman pun tiba, nama saya masih dinyatakan belum lulus. Di angkataan saya
hanya dua orang yang lulus, jadi yang tertinggal masih ada enam orang sedangkan
angkatan lima masih ada sekitar dua puluh orang. Beban pun bertambah lagi, saya
sudah mencap diriku bahwa memang saya bodoh dan tidak pantas menjadi guru.
Seminggu
kemudian akan ada ujian ulang di bulan yang sama, yakni di bulan akhir desember
2017. Kami berenam pun belajar bersama dari lantai dasar phinisi pindah ke
perpustakaan daerah, kemudian berlanjut di asrama. Hampir sebulan pengumuman
itu baru dirilis. Lagi-lagi setiap pengumuman itu dirilis, mimpiku selalu
terjawab dengan hasil “Tidak Lulus”. Hanya ada dua orang yang yang lulus di
ujian kelima ini dan semuanya laki-laki jadi hanya saya dan tiga perempuan yang
tersisa.
Ujian
selanjutnya akan diadakan empat kali dalam tahun 2018. Untuk angkatan empat,
ujian susulan ini adalah kesempatan yang terkahir. Jadwal rilis ujian akan
diadakan April, Juli, Oktober, dan Desember. Kami berempat sudah mulai jenuh
dengan ujian ini, makanya tidak ada yang fokus untuk belajar. Semuanya fokus
bekerja. Ujian April kami sambut dengan persiapan yang tak terlalu mantap,
karena kami berpikiran “apalagi yang mau dipelajari”?. Semuanya sudah dihapal.
Lantas apakah kami masih belum berkompeten?. Kali ini doa-doa masih belum bisa
melobi apa yang menjadi kemauan saya.
Saya
selalu menelpon orangtua dan menitip doa “Mohon doanya Ma, besok saya mau
ujian, ini ujianku yang ke lima, semoga lulusma ini”, pintaku pada mereka.
“Saya
selalu mendoakan anak-anakku, tapi ujian apa lagi itu kamu?. Setiap menelpon
doa, doa, dan doa, sering sekalimo kurasa ujian, kapan wisudanya?”. Jawab
beliau. Beliau selalu bertanya ujian apalagi ini, sebab setiap pengumuman saya
tidak mau memberitahukan hasilnya bahwa saya tidak lulus melalui telpon, harus
secara langsung. Karena saya yakin setiap saya mengatakan saya belum lulus,
maka air mata mereka pasti akan jatuh.
Pengumuman
pun tiba, ini adalah ujian keenam. Dari empat orang tidak ada yang lulus.
Sekali lagi, saya berpikiran bahwa saya tidak ditakdirkan menjadi guru, mungkin
saja menjadi dosen atau pengusaha. Maka kami harus menunggu kembali ujian bulan
Juli. Saya tak merasakan sakit atau kecewa lagi karena saya sudah merasakan
yang namanya tidak lulus atau gagal berkali-kali dengan ujian yang sama.
Akhir bulan
Mei, saya pun bermimpi seseorang berkata “kamu hanya belajar karena ingin
menghadapi ujian, kamu belajar hanya ketika mendekati hari ujian dan kamu
belajar hanya untuk mendapatkan jawaban bukan untuk mempelajari secara
menyeluruh dan mendalam”. Ketika itu saya pun menyimpannya nasehat itu dalam
catatan di ponsel saya. Saya mencoba untuk menerapkan nasehat itu. Teman saya
pun juga menasehati bahwa sebelum menghadapi ujian, usahakan pulang kampung.
Temui orangtuamu, minta doa dan restunya sehari sebelum ujian.
Rilis
ujian bulan Juli pun telah ada, bulan juli adalah bulan ketujuh dalam kalender
masehi dan ini pun ujian keTUJUH saya. Dua minggu sebelum ujian, saya pun
pulang menemui orangtua. Saya fokus belajar di kampung, mempelajari apa yang
menjadi kelemahan saya. Meminta doa restu kepada orangtua dan berusaha
bagaimana doa itu dapat terkabulkan. Beberapa teman juga mengirimkan doa-doa;
doa sebelum menjawab soal, doa menghadapi kesulitan, dan doa menutup ujian.
Ujian kali ini hanya saya pasrahkan kepada Tuhan. Dan akhirnya Tuhan pun
menjawab doa-doa saya dengan kata LULUS.
Bagi
teman-teman seperjuangan yang belum mencapai kelulusan itu, never give up.
Tuhan masih mempercayakan bahwa Anda masih kuat menerima ujian beban ini.
Terima
kasih saya ucapkan kepada Masyarakat SM-3T Institute Basecare pusat Makassar,
teman-teman SM-3T yang selalu memberikan doa, usaha, dan semangat dengan
kehadirannya di setiap hari ujian. Terima kasih banyak juga kepada teman sokab
Mansel, Englisher angkatan 4, SM-3T angkatan 4 dan 5, Kelas B Englisher
Pascasarjana UNM, driver gojek pangkalan Daeng Kanang serta dua sahabat saya
atas doa dan motivasinya. Terkhusus saya ucapkan terima kasih kepada orang tua,
saudara-saudara saya dan atas nama kelurga besar. Special Thanks to guru spritiual saya di pondok
pesantren Darul Abrar.
Sungguminasa,
27 Agustus 2018
0 Response to "Ujian, Mimpi, dan Kelulusan"
Posting Komentar