Akreditasi Tahap Empat Sulsel
Setiap kali melaksanakan
tugas negara dalam memvisitasi sekolah PAUD punya cerita dan hikmah beragam. Ada
dua hal yang paling dinantikan seorang asesor pada pembagian lokasi tempat
tugas. Yang pertama lokasi lembaga dan partner visitasi (tim). Karena kedua hal
ini menjadi sesuatu yang dinantikan, penuh tantangan, dan tentunya kita
bertanya-tanya siapa dia.
Ada segelumit rasa penasaran
ketika penentuan lokasi asesi yang akan dituju. Berbagai cara dilakukan untuk
mengetahui banyak tentang lokasi untuk mengobati rasa penasaran. Tapi pada
umumnya, setiap asesor akan sesegara mungkin membuka akun sispena yang dia
punya. Melihat alamat sekolah, membuka profil sekolah, menanyakan tentang
kondisi geografis sekolah itu, dan yang paling penting pasti mencarinya di “google
map”. Selain itu tak kalah pentingnya adalah akses ke lokasi dan tempat
penginapan. Jika kedua poin ini sudah diketahui secara umum, mungkin sudah
sedikit lega.
Selanjutnya tentang partner
visitasi atau asesor yang akan kita temani hidup bersama selama dalam proses
visitasi. Eits… hidup bersama maksudnya kamu akan berkomunikasi selama visitasi
karena mulai dari berangkat ke lembaga pastinya kamu akan janjian turun
bersama, cari penginapan bersama, datang ke lembaga bersama-sama, pulang dari
lembaga sama-sama, mengerjakan penilaian kelompok juga harus bersama-sama,
terima gaji juga sama-sama haha.. Makanya, ketika diumumkan pemetaan lokasi
lembaga, group whatsup pasti akan diramaikan dengan pertanyaan tenatng “asesor
mana dan ada yang punya kontaknya”. Hal yang paling penting disini harus segera
akrab dengan teman hidup bersama tersebut
Pada visitasi kali ini kami
ditempatkan di tiga sekolah di kec. Majauleng, kabupaten Wajo. Ketiga sekolah
ini kami sudah komunikasi dan janjian dengan pihak sekolah tentang hari apa
yang disepakati. Untuk cerita hari ini sangat berkesan buat saya karena kami
harus berunding dulu bagaimana cara paling cepat untuk sampai ke sekolah. Kebetulan
partner saya ini sudah puluhan tahun alang melintang dalam dunia akreditasi
jadi tentang akses di wajo dia sudah banyak tahu. Tapi saya juga tidak mau
mengalah, karena saya merasa sudah lama alang melintang di dunia survey, jadi
banyak tahu tentang wajo meskipun berbekal google maps.
Teman saya bersikeras ingin
lewat jalan poros sengkang-atapange yang notabene aspal mulu tapi memutar jauh.
Sedangkan saya bersikeras lewat jalan poros bau baharuddin yang notabene sudah
dibeton meskipun saya belum pernah lewat jalan itu. Karena saya mengandalkan “google
maps” kalau dilihat secara langsung mesin pencari ini merekomendasikan jalan
itu sebagai akses tercepat. Mau tak mau, mungkin teman saya tidak mau berdebat.
Maka, dia mengalah saja. Kami pun berangkat ke lokasi dengan santai. Awal masuk
jalan itu keliatan bagus dan mulus,
semakin jauh semakin berubah kondisi jalanan, semakin tancap gas seperti
bergoyang diatas ombak, jalan semakin banyak berlubang dengan kondisi beton
yang pecah, patah, dan hancur. Mau tidak mau gas motor semakin menurun,
kecepatan dikurangi, dan sinar matahari semakin terik padahal kami dituntut
harus hadir di sekolah sebelum proses pembelajaran dimulai.
Sampai pada papan petunjuk
lokasi dan jarak yang menunjukkan perkiraan jarak yang tidak pasti (plus minus
4 km). satu kilometer pertama jalan sedikit rata namun penuh dengan debu tanah
yang karena kondisi jalan tidak beraspal. Mungkin kalau musim hujan, jika
memasuki lokasi itu ban-ban kendaraan akan berubah menjadi merah bata. Kemudian
tiga kilometer selanjutnya batu kerikil yang tajam ditambah debu jika ada
kendaraan warga yang melaju kencang, maklum warga sudah menguasai titik-titik
jalan terjal. Saya pun tak mau kalah, gas motorku juga harus laju, tak mau
dibelakang mereka yang harus terima debu sisa ban motornya. Namun, serasa ada
yang berbeda, motorku sedikit oleng dan serasa ada yang menambah berat belakang
motor. Ternyata bannya tertusuk ranjau paku. Kami pun berhenti sejenak dan
mencari solusi terbaik. Maka, mau tidak mau motorku saya titip di rumah warga. Kemudian
saya harus berbonceng tiga dengan partner saya karena punya joki motor yang hebat,
maklum dia juga sudah sedikit berumur maka sudah tidak terlalu kuat untuk
menarik gas dengan lokasi yang sangat jauh.
Ketika sampai pada
perempatan jalan kebingungan pun menerpa kami. Maka jalan ter-baiknya kami harus
menghubungi pihak lembaga untuk menjemput kami ditengah persimpangan dengan
kondisi jalan yang penuh dengan kerikil tajam dan debu merah. Berselang lima
belas menit, kepala sekolah pun muncul dari kejauhan dengan kepulan debu
mengikutinya bagaikan pembalap Trail di lintasan kering. Tiba dihadapan kami
dengan senyum sambutan gembira dan agak sedikit tegang(mungkin efek akreditasi).
Sayapun menawarinya bahwa biar saya saja yang bonceng karena saya tidak tega di
bonceng seorang perempuan sampai didepan sekolah disambut dengan anak-anaknya
disana. Apalagi ibu seorang kepala sekolah, jatuh wibawaku sebagai laki-laki
hehe. Kemudian kami pun sampai di
sekolah dengan sambutan hangat dari elemen sekolah mulai dari peserta didik,
guru-guru, bu desa, korwil, penilik sekolah. Meskipun saya tiba dengan penuh
keringat, berdebu, rambut acakan.Sengkang, 5 November 2019
0 Response to "Akreditasi Tahap Empat Sulsel"
Posting Komentar