Sipperreng Ini Nawa
“Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai
dari telinga. Jadi , jika kamu berhenti mencintai seseorang cukup dengan
menutup telinga tapi jika kamu coba menutup mata adri orang yang kamu cintai.
Cinta itu akan berubah menjadi tetesan air mata dan cinta itu akan terus
tinggal di hatimu dalam jangka waktu yang cukup lama”
Petikan kata itulah mungkin yang aku rasakan. Ini sudah lama
tersimpan dalam dada namun tak pernah terungkap secara langsung kepada sang mutiara. Di awal-awal perkuliahan memang
itu sudah ada, namun agak sedikit samar dengan waktu dan kadang-kadang kembali
muncul dalam kurung waktu tertentu ketika dia senantiasa berkomunikasi denganku.
Aku sempat melupakan dalam ruang
perasaanku karena katanya telah dimiliki oleh orang lain. Dan memang
seperti itu adanya. Dia senantiasa dibonceng oleh orang lain tetapi aku tak
pernah mengkonfirmasi siapa sebenarnya dia. Dia juga, mungkin memiliki
perasaaan yang sama namun juga agak malu untuk mengungkap perasaan itu karena
perasaan gengsi sebagi wanita karena jarang-jarang dalam kisah romantisme
perempuan yang memulai api itu. Tetapi sang lelakilah yang menyalakan kemudiaan
perempuanlah yang membesarkan cahaya apinya.
Pernah aku berjalan suatu waktu ketika semester-semester awal, kemudian ada
seseorang sempat bertanya apakah dia
saudaramu. Aku tak tahu mengapa dia bertanya hal seperti itu. Aku hanya bisa
berasumsi mungkin bentuk wajahku mungkin agak mirip atau bagaimana. Kemudian,
pernah dalam suatu mata kuliah aku duduk bersebelahan dengannya dan kadang
berbicara dan melempar pandangan
misteriusku. Sehingga dia sempat mengatakan “ kutauji kasmin, janganmo
jadi sok munafik”. Sejak aku menulis
kisahku ini kata-kata itu masih tersimpan dalam memoriku sejak dua tahun
yang lalu. Dan aku masih belum bisa
memecahkan apa maksud perkataannya itu.
Sekarang aku di akhir semester tujuh diawal semster delapan. Aku
disibukkan dengan tugas final Discourse Analysis. Dan ini adalah tugas kelompok
dengan anggota terdiri dari tiga orang. saya dan dua teman kelompokku dengan
masing-masing perempuan. Dan salah satunya dia adalah yang aku ceritakan dalam
tulisan ini.
Perasaan ini kembali tumbuh ketika teman-temanku membicarakan dia
dan sering menghubung-hubungkan denganku. Maka, terkadang dia juga mengambil
candaan menggunakan perasaan cinta dengan memberikan stimulasi sebagai tanda
apakah itu adalah keseriusan atau hanya sekedar candaan.
Nah...., dalam kerja kelompok ini. Kami ditugaskan dalam kerja
kelompok dengan ada sebuah mini projek dengan turun ke lapangan untuk mengobservasi
sebuah meeting club. Aku sempat mengatakan kepadanya, “ kalau ngak ada yang
boncengki, aku aja” kemudian dia mengatakan “ emang kamu udah bonceng
perempuan” kemudian teman-temanku berkata “ dia sudah berubah”. Kemudian dia
menjawab “ janganmi, biar kamu aja yang pergi nanti aku yang analysis ki itu
rekaman”. Aku melihat dalam bahasa
tubuhnya takut terhadapku dan mungkin dia takut kembali jatuh cinta setelah
putus dengan pacarnya. Maka, akupun menjawab dengan “ iya ngak apa-apa”.
Kemudian seiring waktu berjalan komunikasi berjalan lancar baik
smsan, telpon, chatingan. Maka, perasaan ini kembali muncul dalam relung-relung
jiwaku, namun aku tak tau apakah dia juga merasakan. Aku agak ragu mengatakan
dia juga merasakan karena, terkadang dalam komuniaksi kami senantiasa muncul
candaan yang mungkin tak semestinya terjadi.
Aku smsan dengan, berbagai tulisan tanda-tanda senyum, ketawa,
motivasi, sok perhatian. Saling singgung perasaan, memberikan stimulasi palsu.
Sehingga ketika kami saling bertemu dalam waktu
dan tempat, aku agak punya perasaan yang lain-lain. Kami saling
memandangi dan terkadang aku melempar pandanganku ketempat lain, karena tak
mampu melihat matanya yang indah, dan senyumnya yang manis. Dan aku gagap dan
kaku ketika aku berbicara dengannya. Hari ini dia kembali membuatku kaku, namun
aku masih punya benteng terakhir yaitu puasa sehingga nafsu ini bisa
tertahankan.
# # #
Kembali aku teringat dengan kata petuah orang bugis dulu “ narekko
engka seddi tau lebbi pappojinna ri seddie tau. Nai perlu ri isseng iyanaritu “
siperreng perrengnang ngi bawang”. Nasaba narekko niga-niga padiolo pau akkattana iyatotu
massesse nyawa narekko masosarani” terkadang kata-kata ini sering menghantui
pikiranku ketika ada seseorang yang ingin aku ungkapkan perasaanku kepadanya. Mungkin
pembaca merasa penasaran ingin tahu apa arti kata-kata tersebut. Baiklah artinya
sekurang kurangnya begini “ barang siapa yang memilliki perasaan yang lebih(
cinta mendalam kepada seseorang), yang perlu kita tahu bahwa ‘saling
menahan-nahan saja’ karena siapa yang pertama mengungkapkan perasaanya terhadap
orang tersebut maka dia juga yang akan merasa tersiksa ketika hubungannya putus atau hancur.
Tapi aku juga memiliki sesuatu yang agak bertentangan dengan
kata-kata itu, ketika memang aku sudah memiliki perasaan yang cukup mendalam
terhadap seseorang. Biarlah aku tersiksa
dengan kehidupan cinta asalkan kehidupan cinta itu abadi untuk selamanya. Biarlah
aku menderita, dibuat gila dengan perasaan seperti asalkan cinta itu tetap
hidup dalam sanubariku. Biiarlah aku menjadi pelaku cinta yang seutuhnya bukan
setengah-tengah. Aku tak mau
terburu-buru mengungkapkan perasaan seperti itu karena aku takut itu bukan
cinta yang sepenuhnya dari dalam hati dengan disertai oleh akala pikiran. Tapi hanya
di dasari dengan nafsu dan perasaan.
Aku masih berharap, bukannya aku tak berani mengungkapkannya. Tapi aku
masih butuh sesuatu alasan yang mengapa aku mencintainya supaya aku tak sekedar
mencintai dengaan nafsu belaka. Karena jika hanya cinta didasari dengan nafsu
belaka akan cepat pudar adan akhirnya hilang bagaikan debu diterbangkan oleh
angin. Atau bisa saja dia seperti ungkapan “ balo lipa” yaitu ketika awal-awalnya
cintanya begitu besar namun seiring dengan berjalannya waktu cinta itu dimakan
umur. Dan hilang pulahlah cintanya dengan hilangnya wujud ketika mudanya.
Mangasa, 22 february 2013
*Teruntuk perempuan yang membuatku termotivasi dalam kelas*
0 Response to "Sipperreng Ini Nawa"
Posting Komentar