Selamat Datang di Guru Merdeka

Selamat Datang di Guru Merdeka

Menulis Sumber Amal Jariyah

source image: keterampilanmenulis.com
Menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis biasa dilakukan pada kertas dengan menggunakan alat-alat seperti pena atau pensil. Pada awal sejarahnya, menulis dilakukan dengan menggunakan gambar, contohnya tulisan hieroglif (hieroglyph) pada zaman Mesir Kuno.
Tulisan dengan aksara muncul sekitar 5000 tahun lalu. Orang-orang Sumeria (Irak saat ini) menciptakan tanda-tanda pada tanah liat. Tanda-tanda tersebut mewakili bunyi, berbeda dengan huruf-huruf hieroglif yang mewakili kata-kata atau benda.Kegiatan menulis berkembang pesat sejak diciptakannya teknik percetakan, yang menyebabkan orang makin giat menulis karena karya mereka mudah diterbitkan.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan media, kegiatan menulis juga ikut berkembang pesat di dunia. Melalui media elektronik, setiap orang dapat memperoleh bahan penulisan dari internet; sehingga penulis lebih efisien waktu, biaya, dan tenaga. Saat ini penulis juga bisa berbagi semua tulisannya di manapun ia berada dengan menggunakan teknologi berbasis internet. Begitu juga dengan para pembaca, akan lebih mudah untuk melihat tulisan-tulisan penulis yang digemarinya.
Kegiatan menulis ini sudah berkembang sejak zaman dulu. Orang terkenal karena hasil tulisannya. Mereka dikenang karena ilmunya. Penulis-penulis itu menjadi sumber inspirasi bagi manusia setelahnya. Maka orang yang paling bermanfaat diantara manusia adalah orang yang banyak mengabil pelajaran darinya. Maka, sumber tulisan, bacaan, dan, referensi bagi orang-orang terpelajar yang telah dihasilkan oleh penulis dan ilmuan akan menjadi amal yang tak pernah terputus bagi penulisnya stelah ketiadaannya.

Maka saya  ingin menunjukan beberapa dalil bahwa menulis adalah salah satu pintu amal jariyah, termasuk ketika saya menulis tulisan ini.

 Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثَةٍ : إِلا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang diambil manfaatnya, (3) anak shalih yang selalu didoakan orang tuanya.” (HR. Muslim, no. 1631)
 Yang dimaksud dalam hadits adalah tiga amalan yang tidak terputus pahalanya:
  1. Sedekah jariyah, seperti membangun masjid, menggali sumur, mencetak buku yang bermanfaat serta berbagai macam wakaf yang dimanfaatkan dalam ibadah.
  2. Ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu syar’i (ilmu agama) yang ia ajarkan pada orang lain dan mereka terus amalkan, atau ia menulis buku agama yang bermanfaat dan terus dimanfaatkan setelah ia meninggal dunia.
  3. Anak yang sholeh karena anak sholeh itu hasil dari kerja keras orang tuanya. Oleh karena itu, Islam amat mendorong seseorang untuk memperhatikan pendidikan anak-anak mereka dalam hal agama, sehingga nantinya anak tersebut tumbuh menjadi anak sholeh. Lalu anak tersebut menjadi sebab, yaitu ortunya masih mendapatkan pahala meskipun ortunya sudah meninggal dunia.
 Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ
 “Sesungguhnya yang didapati oleh orang yang beriman dari amalan dan kebaikan yang ia lakukan setelah ia mati adalah:
  1. Ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan.
  2. Anak shalih yang ia tinggalkan.
  3. Mushaf Al-Qur’an yang ia wariskan.
  4. Masjid yang ia bangun.
  5. Rumah bagi ibnu sabil (musafir yang terputus perjalanan) yang ia bangun
  6. Sungai yang ia alirkan.
  7. Sedekah yang ia keluarkan dari harta ketika ia sehat dan hidup.
Bila melihat pada hadist pertama ” أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ”   atau “ilmu yang bermanfaat”  dan hadist kedua “ilmu yang diajarkan dan disebarkan”. Maka banyak sekali cara menyebarkan ilmu itu. Kalau dulu zamannya para tabiin mereka banyak menulis buku-buku yang sampai hari ini masih bisa kita membacanya. Para kaum filosof dan tasawuf sampai hari kita masih bisa mengkajinya dan mempraktekkannya. Jadi terlalu sempit ketika kita hanya memandang bahwa ilmu yang bermanfaat itu ketika kita bertatap langsung mengajarkan kepada sang murid di dalam suatu kelas.
Cara yang paling mudah untuk menyebarkan ilmu adalah dengan menulis di media internet semisal blogger, wordpress, dan media blog versi gratis dimana orang bisa menagaksesnya dengan gratis. Sepanjang jaringan internet itu masih ada di bumi, dan aplikasi yang dipakai masih bisa dicari di media pencarian maka tulisan dan ilmu yang engkau sebarkan akan tetap ada meskipun dirimu telah tiada namun ilmu darimu masih bisa diakses. Maka, tak heran jika sekarang ilmuan-ilmuan itu diharuskan untuk membuat suatu jurnal terhadap hasil temuannya supaya ilmunya itu bisa dimanfaatkan oleh orang di kemudian hari. Kalau hari ini journal harus diterbitkan dengan berbayar maka ada berbagai cara untuk mengakses dengan gratis.
Jadi ilmu itu tidak mesti disebar dalam bentuk tatap muka seperti di kelas, forum-forum, dan pertemuan. Ada banyak orang pintar dan cerdas, jago dalam mengutarakan ide-idenya di forum tetapi tak mampu menuangkan idenya dalam bentuk tulisan. Ada banyak media yang bisa kita manfaatkan untuk menyebarkan kebaikan, kalaupun kamu belum mendaptakan manfaatnya sekarang maka jadikanlah itu sebagai cawang-cawang pahalamu diakhirat kelak. Jangan pernah berhenti untuk berbagi, berbagi pengalaman salah satu ilmu yang bisa menginspirasi.

Sungguminasa 24-12-2018

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Menulis Sumber Amal Jariyah"