Selamat Datang di Guru Merdeka

Selamat Datang di Guru Merdeka

M.A.K. Halliday

M.A.K. HALLIDAY PROFILE
Pelajaran yang paling disukai dan dinikmati-nya di SMA adalah Bahasa Inggris, khususnya sastra (berbahasa) Inggris. Ia mulai merasa tidak nyambung dengan pelajaran saat guru berbicara mengenai bahasa di dalam sastra. Pengamatan bahasa dalam sastra yang diberikan padanya adalah, misalnya, studi fonetik dalam dongeng atau posisi Barbara Horvath dalam observasi-nya mengenai bahasa Inggris Australia – misalnya, bahwa penutur Australia bersuara nasal. Ia bertanya pada diri sendiri, apa yang tersedia dalam linguistik? Jawabannya adalah: tidak ada.

Tapi tidak sedini itu kecemerlangan pengetahuannya dalam bahasa. Yang ia rasakan hanyalah bahwa ada sesuatu yang lain – cara lain untuk membicarakan sastra. Ia merasa ada yang lebih dari yang sedang ia dengarkan. Itulah awal ‘konfliknya’ dengan bahasa dan sastra. Sampai pada puncak karir linguistik-nya, ia tetap merasa bahwa sastra dibuat dari bahasa sehingga sangat mungkin untuk membicarakan bahasa (dalam) sastra.Sebelum menjelajah dunia linguistik dan mengembangkan tata bahasa fungsional sistemik (systemic functional grammar) yang tersohor ituawalnya ia belajar bahasa Cina. Ia belajar di bawah bimbingan Luo Changpei di Universtitas Peking dan kemudian di bawah bimbingan Wang Li di Universitas Lingnan. Di Universitas Peking, ia menjadi pelajar di departemen Bahasa Cina dan mengajar di departemen Bahasa Inggris. Di bawah bimbingan Wang Li, seorang ahli fonetik bahasa Perancis dan ahli dialek Cina, ia mendapat semua pengetahuan mengenai  fonetik, fonologi, dan sosiolinguistik – gagasan keseluruhan bahasa di dalam konteks sosial dan budaya. Semua pengetahuan awal itu, katanya dalam sebuah wawancara dengan G. Kress, R. Hasan and J. R. Martin, adalah kontribusi dari Wang Li. Di bawah bimbingan Wang Li ini juga ia mulai membaca beberapa karya Firth dan tertarik dengan Linguistik Praha.


Penelitian yang ia lakukan dengan Wang Li, yaitu tentang dialek Mandarin dan Kanton, sedianya akan ia pergunakan untuk mendapatkan gelar Ph.D. di bawah bimbingan Firth sementara ia masih mengajar di departemen Bahasa Cina di SOAS (School of Oriental and African Studies), Universitas London. Namun, semuanya berantakan. Itu karena ia menolak untuk berjanji bahwa ia tidak akan menjadi anggota partai komunis – waktu itu (1950) adalah puncak McCarthyisme (sebuah tindakan politik berupa tuduhan tanpa bukti atas ketidaksetiaan, penghianatan, subversi. Istilah ini dikhususkan pada era 40an-50an di Amerika, masa meningginya ketakutan akan pengaruh komunisme di Institusi Amerika. Isme ini juga berpengaruh sampai ke Inggris, terutama SOAS yang mendidik para diplomat luar negeri). Bagaimanapun, ia telah memperoleh beasiswa sehingga mereka mengirimnya ke Cambridge.

Ia merasa beruntung di Cambridge karena universitas itu cukup subversif terhadap usaha McCartyisme. Namun, ia tetap harus kompromi, terutama dengan materi kajiannya. Sebagai wujud kompromi, atas ide Hallam, pembimbingnya, ia mempelajari Sejarah Rahasia Mongol. Ia membujuk Hallam agar ia bisa berkonsultasi dengan Firth di Universitas London, Universitas yang melemparnya ke Cambridge. Usul itu disetujui. Dan mendadak Hallam meninggal dunia. Maka jadilah Firth sebagai pengawas penuhnya.

Persentuhannya dengan Firth inilah yang menjadi awal karir intelektualnya.  Seperti disebutkan di awal, ia sudah tertarik dengan Firth sejak ia berada di bawah bimbingan Wang Li. Ia ingin mengeksplorasi ide Firth lebih jauh lagi. Ia ingin belajar dari Firth. Tentu saja, setelah jadi murid Firth, ia belajar banyak mengenai latar belakang filsafat dan wawasan mengenai bahasa. Namun ia tidak mendapatkan model tata bahasa karena Firth sendiri tertarik pada fonologi, semantik, dan konteks. Masalah yang ia hadapi kemudian adalah bahwa ia harus mengembangkan teori sistem/struktur sehingga teori itu menjadi jalan untuk membicarakan bahasa Sejarah Rahasia. Empat tahun ia belajar di Cambridge. Ada satu cerita menarik dari Halliday saat belajar di universitas itu. Ternyata Halliday membutuhkan izin perpanjangan waktu untuk pengerjaan tesisnya. Lucunya, tesis itu diselesaikan Halliday pada jam empat sore (satu jam sebelum kantor universitas tutup) di hari terakhir setelah perpanjangan terakhir, 31 Desember 1954.

Pengembangan atas teori Firth ke dalam tata bahasa adalah jalan untuk dasar linguistik fungsional sistemik. Pada tahun 1973, ia mengeluarkan karya pertamanya yang berjudul Explorations in the Functions of Language. Karya keduanya, Learning How to Mean, diterbitkan pada tahun 1975. Melalui kedua buku itu, ia mulai dikenal publik dengan “Linguistik Instrumental”-nya – yaitu, singkatnya, kajian bahasa untuk memahami sesuatu yang lain, misalnya, sistem sosial. Namun, puncak pencapaiannya yang paling dikenal hingga kini adalah publikasi bukunya An Introduction to Functional Grammar. Karya inilah yang menjadi jalan masuk kajian linguistik kritis dan semiotik sosial Fowler dan Birch; dan analisis wacana kritis Fairclough dan van Dijk, untuk menyebut beberapa nama tersohor.

Banyak sekali jejak pemikirannya di dalam Analisis Wacana Kritis yang mengemuka sesudah An Introduction to Functional Grammar terbit. Secara umum, sumbangsihnya yang sangat berharga adalah jalan yang dibukanya untuk linguistik, yaitu jalan fungsional: pendekatan mengenai penggunaan bahasa yang praktis dan kontekstual sebagai kebalikan dari tata bahasa formal yang fokus pada semantik, sintaksis, dan kelas-kelas kata seperti kata benda dan kata kerja. Atas landasan yang dibangunnyalah kajian linguistik jadi lebih luas, dekat dengan gerak kehidupan masyarakat, dan politis. Selayaknya kita mengucapkan terimakasih atas segala usaha teoretisnya

sadap:
pusatbahasaalazhar.wordpress.com

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "M.A.K. Halliday"