Selamat Datang di Guru Merdeka

Selamat Datang di Guru Merdeka

Aku Rindu Pelukan Ummiy



Panggil saja ia Lathifah. Seorang gadis mungil berusia 5 tahun. Ia merupakan anak yang cerdas, sebab di usianya yang belia ia amat hobby menggambar dan merangkai puisi serta cepat dalam b'hitung dan m'hafal. Dan jika di bandingkan dengan anak-anak lain seusianya, ia jelas kelihatan lebih unggul sebab badannya tergolong bongsor (besar).

Tetapi dengan kecerdasan yang ia miliki, lantas tak membuat Lathifah seberuntung teman-temannya di sekolah TK. Dari segi akademik mungkin Lathifah bisa di katakan b'untung, tapi dari segi yang lain. Ia tak seberuntung teman-temannya yang lain. Yang setiap hari diantar oleh ibunya. Bahkan ada yang di antar oleh kedua orang tuanya. Kemudian ada juga yang di tunggui hingga pulang. Setiap hari orang tua dari teman-temannya itu menunggui anak-anaknya.
"Betapa bahagianya teman-temanku", bisik Lathifah dalam hati.

Lathifah ke sekolah TK di bonceng motor oleh abiynya. Hampir tiap hari begitu, biasanya Lathifah bertanya ke abiy nya, "kenapa bukan ummiy yang ngantar?"
Jawaban abiy nya simpel, "ummiy tidak bisa ngantar!"
"Kenapa ummiy tidak pernah nunggui thifah di sekolah?"
Jawaban abiy nya pun simpel, "ummiy tidak bisa nungguin kamu di skolah. Kamu udah besar, udah bisa di sekolah sendiri."


Sejak kecil Lathifah di didik hidup mandiri dan sederhana. Hidup untuk bermental baja! Bukan bermental tempe. Hidup untuk tidak boleh menyerah. Kalau masih bisa sendiri, tidak usah minta bantuan orang lain. Kalau masih sanggup memberi, jangan meminta. Kalo tidak punya, tidak usah pinjam! Syukuri apa saja yang ada.

Orang tua Thifah tidak menyewa "becak sewaan ato ojeg sewaan" untuk antar jemput Thifah sekolah. Oleh karenanya, kalau Thifah berangkat sekolah di antar sama abiy nya, tapi kalau pulang sekolah Thifah biasanya ikut jemputan "seorang teman" supaya bisa tiba di jalanan setapak menuju rumahnya.

Suatu hari, teman yang selalu ia 'tumpangi' untuk pulang tak datang. Ia bingung hendak pulang naik apa. Rumahnyapun jauh untuk ukuran anak TK (±1Km) dengan menyeberang beberapa jalan poros yang sangat ramai dan padat. iapun di didik untuk jangan mudah menyerah dengan kondisi, sehingga ketika gurunya bertanya,
"Thifah, jemputannya belum datang ?"
"Iya bu guru!" Jawab thifah polos.
"Thifah mau pulang sama bu guru ?"
"Tidak bu guru. Terima kasih. Rumah Thifah tidak sejalur dengan rumah bu guru. Rumah Thifah di dekat Jembatan kembar, rumah ibu guru di dekat patung kuda."
"Ow ya sudah nak. Hati2 menunggu. Jangan pulang sama orang yang tidak di kenal"
"Iya bu guru!" Sambil senyum, kemudian cium tangan bu guru.

Murid-murid satu persatu sudah ada yang menjemput. Kini tinggal Thifah sendirilah di pintu gerbang. Ia berpikir, mau pulang naik apa. Ia tdk memegang uang sepeserpun (Cz anak2 TK dulu, ga di bolehin bawa uang ke sekolah. Cuma di bolehin bawa bekal.) Ketika gedung sekolah benar2 sunyi, tinggallah thifah sendiri. Ia mulai melangkahkan kakinya untuk pulang. Ia ingin pulang jalan kaki! Baru sekitar 10 meter, ia kembali lagi. Dalam hatinya berbisik,
"di luar sana banyak orang-orang jahat! Banyak mobil truk dan damri mondar-mandir, tidak boleh pulang sendiri kata bu guru."

Tetapi ketika ia sampai di depan sekolah lagi, hatinya berontak!
"Tidak, kamu harus pulang! Ummiy menunggu di rumah. Nanti ummiy khawatir. Kata Abiy, kita harus Percaya pada Alloh! Alloh selalu melindungi orang-orang yang percaya padaNya!"

Akhirnya Thifahpun melangkahkan kakinya untuk pulang. Dengan berhati-hati ia menapaki trotoar demi trotoar. Ia memilih jalan yang bagus, krn pas itu adalah musim hujan. Tibalah ia pada jalan poros pertama yang di lalui hanya satu jalur kendaraan. Jalan itu ia lalui dengan sangat mudah. Karena jalan itu t'golong sepi. Kemudian jalan poros ke-dua yang sangat ramai, b'kali kali ia maju kemudian mundur lagi. Hingga akhirnya tibalah ia di seberang. Ketika ia hendak menyebrang di jalan poros selanjutnya, ia mengikuti dari belakang orang-orang yang ingin menyebrang juga. Sehingga ia tak perlu susah payah lagi untuk menyebrang. Dengan perjuangan yang cukup menegangkan dan melelahkan, tibalah Thifah di jalanan setapak menuju rumahnya.

"Assalaamu'alaykum" kata Thifah tiba di depan pintu rumahnya.
"Wa'alaykum salaam." Balas orang dari dalam rumah.

Thifahpun masuk ke kamarnya kemudian segera melepas sepatu dan tasnya, kemudian menanggalkan seragam sekolahnya. Setelah itu ia berganti pakaian tetapi hanya mengenakan celana selutut dengan pakaian tak berlengan dan langsung tidur.
"Aku sangat lelah dengan petualangan hari ini!" Kata ia sebelum tidur.

Thifahpun tertidur amat lelap hingga tiba2 terasa air mengucur di lehernya..
"Ada apa ini?" Bisik ia dalam hati.
Sebisa mungkin ia membuka matanya dan betapa kagetnya ia ketika matanya terbuka di dapatinya ummiy nya sedang memegang gelas kosong dengan tatapan amarah yang begitu meluap. Sesegera mungkin ia duduk kemudian mengibas-ngibas guling kesayangannya yang basah akibat kucuran air tadi.
"Kenapa ummiy nyiram thifah ? Tu kan guling Thifah jadi basah. Padahal yang selalu temenin thifah bobo ya Guling ini. Yg selalu meluk thifah ya guling ini." Ucap Thifah Sambil nangis.
"Sudah sudah! Tdk usah nangis. Ummiy minta maaf udah basahin guling Thifah. Tadi ummiy bangunin Thifah, tapi thifahnya tidak ada respon. Jadi Thifah ummiy siram aja." Jelas ummiy Thifah mencoba menenangkan Thifah yang kaget, t'lihat dari sorot matanya.
"Hiiks hikks hikks" Thifah masih nangis.

Kemudian setelah Thifah berhenti nangis barulah ummiy Thifah memulai pembicaraan,
Ummiy : "Thifah, kamu tadi dari mana?"
Thifah : "......" Diam. Ia takut ketika ia bercerita, maka ummiy nya akan marah.
Ummiy : "Thifah, kamu tadi dari mana ? Kenapa pulangnya telat ?"
Thifah : "......." Masih Diam.
Ummiy : "Thifah, kasih tau ummiy! KENAPA?" Nada ummiy nya mulai meninggi.
Thifah : "......" Masih tetap Diam. Dan Ia semakin Takut!
Ummiy : "KASIH TAU UMMIY!"
Thifah : "......" Mulai menangis
Ummiy : "kenapa menangis ? Ummiy tidak suruh kamu menagis! Ummiy suruh kamu menjawab!"
Thifah : "......." Menangis semakin keras
Ummiy : "kamu pikir dengan kamu menangis, ummiy akan kasihan dengan kamu ?! TIDAK Thifah! Tidak! Sekarang kasih tau ummiy kenapa kamu pulang telat?!" Sambil mencubit keras paha Thifah berulang-ulang.
Thifah : "......" Menangis semakin menjadi jadi
Ummiy : "kalau kamu tidak mau bicara. Ummiy ambilkan penggaris panjang! Ummiy akan pukul kamu dengan keras!"
Thifah : "......" Tetap diam disertai tangis
Ummiy : "baik, akan ummiy ambilkan!"
Tak lama kemudian datanglah ummiy nya membawa penggaris kayu b'ukuran ±1 meter, kemudian berkata :
"Thifah, kenapa kamu pulang telat ?!"
Thifah : "......" Menangis terisak isak
Ummiy : "baiklah, kalau ini maumu." Sambil memukulkan penggaris kayu ke paha, punggung, dan betis Thifah.

PLAK, PLAK, PLAK, PLAK, PLAK! Suara penggaris itu mendarat di tubuh Thifah. Lathifah menjerit-jerit kayak orang kesurupan. Kmudian dari suara PLAK berubah menjadi suara PRAK! Ternyata penggaris kayu itu patah.

Dalam tangis Thifah berkata, "terima kasih yaa Alloh! Engkau mematahkan penggaris itu"

Ternyata tidak berhenti samapai di situ, ummiy Lathifah ke dapur kemudian mengambil sambiroto (jamu yang sangat pahit) kemudian meminumkanyya ke Lathifah, agar Lathifah ingin bicara. Tapi usaha ummiy nya tak membuahkan hasil. Thifah tetap tidak ingin bicara.

Setelah itu ummiy Thifah mengambil segenggam lombok biji kecil (cabai kecil) dan berkata kepada thifah :
"Kalau kamu tidak mau ngomong. Lombok ini akan ummiy masukkan ke mulutmu. Semuanya!"

Thifah menutup mulutnya, tetap masih dalam keadaan menangis. Kemudian ummiy thifah memanggil orang yg tinggal di rumah thifah untuk memegang tangan dan kaki thifah. Thifahpun menjerit jerit tak karuan, ia berkata dalam jeritannya ;
'Ummiy sudah ummiy. Ampun! Ampun! Pedis ummiy! Pedis! Ampun!"
Perkataan itu yg selalu di ulang-ulangnya.

Hingga akhirnya, orang yang memegangnya mungkin kasihan terhadapnya. Sehingga Thifahpun berlari keluar rumah. Ia duduk di tembok halaman rumahnya sambil menangis terisak-isak. Mulutnya bagaikan mati rasa! Terlalu banyak lombok yang di masukkan ke dalamnya. Sambil memuntahkan sisa-sisa lombok di mulutnya, thifah berkata :
"Aku rindu pelukan ummiy!"
Itu terus yang ia ulangi, hingga tiba-tiba ia menemukan sepotong kapur di sudut halaman rumahnya.

Ia berjalan merangkak mengambil potongan kapur itu. Ia perhatikan dengan seksama masih dalam kondisi terisak-isak. Ia menyimpan kapur itu di saku celanya. Kemudian ia menyapu halaman rumahnya hingga bersih.

Lantas apa yg ia lakukan dengan kapur itu ???

Setelah halaman rumahnya bersih, ia menggambar sosok ibu di halaman rumahnya menggunakan kapur yang ia simpan di sakunya tadi. Ia menggambar sok ibu sebesar yang ia mampu. Kemudian ia tidur meringkuk di tengah2 gambaran tadi kmudian mengusap air matanya sambil bergumam :
"Aku rindu pelukan ummiy!
Thifah sayang ummiy.
Thifah cinta ummiy.
Tapi kenapa ummiy selalu keras terhadapku?!
Thifah tadi pulang telat gara2 pulangnya jalan kaki, ummiy..
Temen yang biasanya pulang bareng Thifah ga dateng ke sekolah..
tapi Thifah udah bisa nyebrang jalan sendiri lhoo ummiy..
Terus Thifah juga udah tau kalo nyebrang di jalanan yang banyak kendaraannya, kita ikut orang besar yang nyebrang aja ummiy. Jd kita tidak susah-susah lagi..
Terus kata bu guru di jalanan banyak orang jahat, tapi thifah tadi ga ketemu sama oarang jahat. Thifah ingat pesan abiy, -kita harus Percaya pada Alloh! Alloh selalu melindungi orang-orang yang percaya padaNya!-
Thifah sayang ummiy dan abiy..
Abiy selalu meluk thifah kalo thifah lagi belajar..
Tapi ummiy kok engga ?!
Aku Rindu Pelukan Ummiy!"


------------------------------------------------------------------

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Aku Rindu Pelukan Ummiy"